Minggu, 10 Maret 2013

KELUARGA TERASING

Sebuah keluarga sederhana dengan anggota: Papa, Mama, Kakak (laki-laki), Adik (laki-laki), Adik bungsu (perempuan). Sang Papa bekerja sebagai engineer di sebuah perusahaan BUMN, posisinya saat ini sudah cukup tinggi, project manager. Sementara sang Mama, sebelumnya bekerja sebagai PNS di sebuah kementrian. Namun sejak lahir anak ke dua, dia memilih berhenti dari pekerjaan dan fokus mengurus anak-anak mereka di rumah, hingga akhirnya lahir anak ke tiga. Anak pertama, Muhammad Hafidz, biasa dipanggil kak Hafidz oleh adik-adiknya, usianya baru menginjak 9 tahun, kelas 4 SD. Anak kedua, Muhammad Al Fatih, biasa dipanggil kak Fatih oleh adik perempuannya, usianya baru 8 tahun, kelas 3 SD. Yang terakhir, anak ke tiga, Fathimah Az Zahra, usia 5 tahun, masih di TK. Keluarga yang bersahaja, tidak mengambil kecuali apa yang memang dibutuhkannya. Tidak pernah merasa khawatir terhadap apapun karena yakin ada Alloh yang bisa mereka andalkan. Satu-satunya yang mereka khawatirkan adalah jika sampai Alloh sudah tidak memperdulikan mereka lagi.

Seluruh aktivitas keluarga ini selalu dimulai di 1/3 malam, jam 03:00 dini hari. Semuanya secara otomatis terbangun jika waktu sudah menunjuk pukul 03:00 dini hari -tanpa menggunakan jam weker-, seperti sudah terprogram otomatis pada tubuh mereka. Sepertinya kebiasaan ini sudah mengakar dalam keluarga ini cukup lama. Karena memang membutuhkan waktu yang lama dan disiplin yang tinggi utk bisa menciptakan habits seperti ini. Ternyata memang benar. Sang Papa dan Mama sudah melakukan kebiasaan ini sejak mereka menikah, dan ketika sang Mama mengandung anak pertama, kebiasaan ini tetap istiqomah mereka jalankan. Bahkan hingga akhirnya anak pertama mereka telah lahir, masih bisa mereka lakukan. Kedua orang tua ini melakukan sholat malam, sementara bayi mereka yang dengan sengaja "dipaksa" oleh sang Mama utk bangun, diletakkan di samping Papanya dengan posisi sedemikian rupa sehingga bayi ini bisa melihat apa yang dilakukan oleh Papanya. Selanjutnya anak ke dua, anak ke tiga, diperlakukan sama. Maka tidaklah heran hingga akhirnya habits ini tertanam sangat kuat di keluarga ini. Sang Papa kadang menyuruh kakak Hafidz utk menjadi imam, besoknya kakak Fatih yang menjadi imam, dengan maksud memberikan pelajaran sekaligus praktik agar mampu menjadi imam. Dan ini benar-benar sangat membantu ketika sang Papa mendapatkan tugas keluar kota atau keluar negeri, sehingga tidak bisa bersama-sama melaksanakan sholat malam. Kakak pertama, Hafidz yang menjadi imam, sedangkan kakak kedua, Fatih, berada dibelakangnya. Menjelang adzan subuh, sang Papa mengajak kedua anak laki-laki ini berangkat ke masjid utk sholat berjamaah, sementara sang Mama dan adik perempuan mereka, Fathimah, sholat subuh berjamaah di rumah dengan Mama. Selesai sholat subuh, sang Papa dengan kedua anak laki-lakinya ini masih tinggal di masjid, mereka melakukan muroja'ah (mengulang kembali hafalan Al Qur'an). Mula-mula sang Papa dengan dibantu oleh kedua anak laki-laki mereka. Sang Papa mulai membaca, kedua anak laki-lakinya mengoreksinya dengan melihat Al Qur'an. Lalu giliran Hafidz, kemudian Fatih. Papa sudah dapat hafalan 25 juz, tinggal 5 juz lagi. Sementara Hafidz sudah mendapat 15 juz, dan Fatih sudah mendapat 10 juz. Hal yang sama juga dilakukan di rumah oleh Mama dan Fathimah. Mama sudah mendapatkan hafalan 30 juz namun masih belum kuat, masih harus diperkuat dengan sering muroja'ah. Sementara Fathimah, meskipun yang paling kecil di antara sodaranya, namun sudah mendapatkan hafalan 20 juz. Setelah selesai melaksanakan sholat sunnah syuruq, sang Papa dan kedua anak laki-lakinya ini pulang ke rumah, dimana Mama dengan dibantu Fathimah kecil menyiapkan sarapan pagi. Namun jika bertepatan dengan hari dimana mereka berpuasa sunnah (keluarga ini membiasakan diri mereka berpuasa sunnah daud), Mama dan Fathimah kecil hanya menyiapkan kebutuhan Papa dan abang-abangnya untuk berangkat kerja dan sekolah. Hafidz dan Fatih diantar oleh Papa, kebetulan karena mereka bersekolah di sekolah yang sama. Sementara Fathimah diantar oleh Mama. Setibanya di sekolah, setelah meletakkan tas di kelas masing-masing, Hafidz dan Fatih langsung menuju mushola sekolah untuk sholat dhuha, kebiasaan ini sudah mulai ditanamkan oleh orang tua mereka sejak masih di Taman Kanak-Kanak. Hal yang sama juga dilakukan oleh adik mereka, Fathimah. Subhanalloh……keluarga ini benar-benar keluarga terasing di jamannya, dimana orang sudah banyak yang meninggalkan sunnah-sunnah Rasulalloh.

Suatu ketika, Papa mendapatkan tugas dinas keluar kota untuk beberapa hari. Papa memberikan amanah kepada Hafidz sebagai laki-laki tertua di rumah selama dirinya tidak ada untuk menjaga seluruh anggota keluarga. Tugas sebagai imam sholat tahajud di delegasikan kepada Hafidz. Pada suatu malam, ketika hendak melaksanakan sholat tahajud, sang adik, Fathimah, melapor kepada abang Hafidz, Mama mereka sedang sakit, badannya demam, jadi tidak bisa ikut sholat tahajud. Atas inisiatif dari Fatih, mereka melakukan sholat di kamar Mama, disamping tempat tidur Mama, supaya juga bisa sambil menjaga Mama. Di akhir sholat, mereka bertiga berdo'a dengan dipimpin oleh Hafidz yang jadi imam, memohon kepada Alloh agar diberikan kesembuhan kepada Mama mereka agar bisa melaksanakan sholat tahajud lagi bersama mereka. Mama rupanya mendengar doa dari tiga "malaikat" kecilnya ini, air mata menetes haru dan bersyukur kepada Alloh telah diberikan anugrah anak-anak yang sholeh dan sholihah seperti mereka. Sungguh, anak-anak yang terasing di jamannya.

Ada peristiwa menarik yang membuat kagum tetangga keluarga ini terhadap anak-anak mereka. Saat itu Hafidz masih berusia 4 tahun dan Fatih berusia 3 tahun. Mereka berdua ini sedang bermain di rumah tetangganya yang juga mempunyai anak sepantaran usia mereka. Seperti anak kecil lainnya, mereka bermain robot-robotan, mobil-mobilan, perang-perangan. Tidak terasa hari sudah menjelang masuk waktu dzuhur, dari masjid dekat rumah mereka sudah diperdengarkan lantunan murotal Al Qur'an sebagai tanda akan masuk waktu dzuhur. Fatih memanggil kakaknya, Hafidz. "Bang, sudah bunyi lagunya", Fatih menyebut suara murotal dari masjid itu dengan sebutan "lagu". "Ah iya, kita pulang dulu" jawab si Hafidz. Kemudian Hafidz berlari masuk kedalam rumah mencari mama temannya ini. "Umi, Hafidz sama Fatih pulang dulu ya, nanti main lagi kesini", suara Hafidz mengagetkan mama temannya yang sedang membuatkan kue. "Lho, tunggu dulu ya, ini kuenya sudah hampir matang. Makan kue dulu sama Luqman". "Nanti saja umi setelah sholat, assalammu'alaikum". Kemudian Hafidz menggandeng adiknya -Fatih- pulang kerumah. "Wa'alaikumsalam". Tetangganya ini -Mama Luqman- terheran-heran sekaligus kagum dengan anak-anak tetangga sebelah rumahnya ini. Setelah mengambil sarung dan kopyahnya, Hafidz dan Fatih  berlari menuju masjid yang jaraknya cuman 2 rumah dari rumahnya, sepertinya mereka tidak ingin ketinggalan sesuatu yang sangat berharga. "Assalammu'alaikum…" teriakan mereka berdua mengagetkan Mang Deden sang merbot masjid yang sedang membilas kain pel setelah dipakai mengepel lantai teras masjid. "Wa'alaikumsalam…aduh…hampir copot jantung mamang. Rupanya ada pejuang-pejuang Islam datang ke rumah Alloh nih…". Mang Deden ini orangnya sangat ramah dan disenangi oleh anak-anak kecil di lingkungan masjid. Dia sering bercerita tentang para sahabat dan para pahlawan Islam setelah selesai mengajar ngaji. Gaya berceritanya yang lucu dan mudah dicerna oleh anak-anak, membuatnya mudah untuk disenangi oleh anak-anak. Dia selalu menyebut anak-anak didiknya ini dengan sebutan pejuang Islam, hal ini dimaksudkan untuk memberikan afirmasi positif dalam alam bawah sadar anak-anak supaya semangat mencintai Islam dan membela Islam menyatu dalam jiwa mereka. Setelah ambil wudhu, Hafidz dan Fatih duduk di depan mimbar sholat. Mata mereka tidak lepas dari penunjuk waktu sholat digital yang ada di atas mimbar. Ketika waktu sudah menunjukkan waktu dzuhur, Hafidz menuju ke tempat wudhu, dijumpainya Mang Deden yang baru selesai wudhu.

"Mang, belnya sudah bunyi".
"Hari ini siapa yang giliran adzan?" tanya Mang Deden.
"Hafidz Mang…"

Rupanya ini yang tidak mau ketinggalan dari mereka, kesempatan melakukan adzan di masjid. Pada awalnya antara Hafidz dan Fatih selalu berebut jika mau adzan. Dan karena Hafidz yang lebih tua dan badannya lebih besar, seringkali Fatih selalu kalah. Akhirnya Mang Deden, membagi giliran adzan diantara mereka berdua. Kenapa kedua anak ini seneng sekali untuk adzan? rupanya mereka ini terobsesi oleh cerita tentang Bilal, sahabat Rasulalloh yang selalu dipercaya oleh Rasulalloh untuk adzan karena suaranya yang merdu.

Mang Deden mematikan rekaman murotal, kemudian menurunkan tiang microphone supaya Hafidz mudah menjangkaunya. Mulailah si Hafidz adzan. Suara khas anak-anak segera terdengar dari segala penjuru pengeras suara masjid, memanggil kaum muslimin untuk segera datang ke masjid melaksanakan sholat dzuhur berjamaah.

Dan 9 tahun pun berlalu. Ketiga anak luar biasa ini sama-sama menginjak SMA. Hafidz kelas 3 SMA, Fatih kelas 2 SMA, dan Fathimah yang karena kecerdasannya diatas rata-rata, dia mengikuti program akselerasi dan duduk dikelas 1 SMA. Mereka bertiga sekolah di SMA yang sama. Jadi kalau berangkat sekolah selalu bertiga. Fathimah merasa aman karena kedua abangnya ini selalu melindunginya. Kadang mereka berangkat dengan menumpang mobil papanya yang masih tetap sama ketika mereka masih kecil, meskipun posisi jabatan papanya di kantor sudah sangat tinggi dan memang berhak untuk mendapatkan fasilitas mobil yang sesuai dengan jabatannya saat ini, namun seperti itulah keluarga terasing ini, prinsip "tidak mengambil kecuali apa yang memang dibutuhkannya" senantiasa dipegang teguh. Sang Mama dirumah menyibukkan diri dengan membimbing para remaja putri dan ibu-ibu di lingkungan rumahnya untuk menghafal Al Qur'an. Di sekolah, Hafidz tumbuh menjadi pemuda yang pendiam, tidak banyak bicara, menyenangi kegiatan yang banyak berhubungan dengan dunia tulis menulis dan penelitian. Tidak heran dia sudah 2 periode menjabat ketua KIR (Karya Ilmiah Remaja) di sekolahnya. Sedangkan Fatih, sangat menyenangi kegiatan organisasi dan petualangan, selain menjabat sebagai ketua OSIS di sekolahnya, dia juga menjabat ketua Pecinta Alam. Adik bungsu mereka, Fathimah, aktif di kegiatan SKI (Sie Kerohanian Islam), dia mengajar ngaji teman-temannya dan membimbing mereka untuk menghafal Al Qur'an. Ketiga anak ini sungguh luar biasa, berkah dari hafalan 30 Juz Al Qur'an mereka, prestasi akademik mereka selalu nomor satu di angkatannya.

Masa SMA adalah masa-masa paling indah, begitu kata banyak orang. Dan itupun juga dirasakan oleh ketiga anak "terasing" ini. Mempunyai banyak teman, melakukan aktifitas ekstrakurikuler bersama teman, dan ketiga anak ini sangat dikenal di sekolah mereka, karena sifat ramah mereka. Namun ada yang aneh dengan mereka dan inilah yang kenapa mereka ini menjadi "anak-anak terasing dijamannya". Mereka tidak mempunyai pacar. Bukan karena tidak laku, sebenarnya banyak yang menaksir mereka. Fathimah adalah gadis tercantik disekolah itu, kecantikannya tidak hanya dikenal disekolahnya saja, bahkan sampai ke tetangga sekolah yang lain, sudah banyak teman-teman laki-laki yang berusaha mendekatinya namun entah kenapa setelah mengutarakan maksudnya ke Fathimah, mendadak mundur semua.  Dan kedua abangnya ini juga mempunyai wajah sangat tampan, tidak ada gadis disekolahnya yang tidak berusaha untuk menarik perhatian kedua pemuda ini. Bahkan sampai ada beberapa yang nekat mengutarakan terang-terangan maksudnya menyukai mereka.

Sebenarnya apa yang menyebabkan ketiga anak ini sepintas kelihatan "sok jual mahal". Rupanya nilai-nilai Islam dan 30 juz Al Qur'an di dada mereka yang membuat mereka selalu dijaga oleh Alloh SWT dari pergaulan yang berpotensi menjurus ke mendekati zina. Mereka selalu teringat pesan dari Papa mereka ketika si Hafidz sudah mendapatkan mimpi dewasa pertamanya sebagai pertanda bahwa sudah baligh, "Hafidz, mimpi yang kamu alami itu adalah wajar, itu artinya Alloh sudah mengangkatmu sebagai pria dewasa yang sudah bisa bertanggung jawab sendiri terhadap amal perbuatanmu sendiri. Manfaatkan kepercayaan Alloh ini dengan lebih banyak mengisi amalan-amalan baik. Alloh juga sudah memberikan kepercayaan kepadamu untuk dapat memilih jodohmu sendiri dengan memberikan rasa ketertarikan kepada lawan jenismu. Pilihlah jodohmu sebagaimana yang Rasulalloh ajarkan, yaitu utamakan yang paling baik agamanya. Dan gunakan cara-cara yang juga diajarkan oleh Alloh melalui Rasul-Nya. Jika kamu memang sudah memiliki ketertarikan kepada seorang gadis dan baik agamanya, jadilah laki-laki yang jantan dengan datangi walinya dan mintalah ijinnya untuk menikahinya, bukan untuk kamu pacari. Pacaran itu lebih cenderung ke kemaksiatan, cenderung ke perzinahan, Alloh sudah peringatkan kita untuk menjauhi zina. Nasihat Papa ini juga berlaku untuk Fatih dan Fathimah jika masa baligh itu kalian alami kelak. Terutama untuk Fathimah, kamu akan tumbuh menjadi gadis yang cantik, akan banyak nanti teman-teman laki-lakimu yang menaruh hati padamu. Pilihlah laki-laki yang paling baik agamanya dan mampu menjadi imammu nanti dalam keluargamu. Jika ada yang mendekatimu dan baik agamanya serta mampu menjadi imam bagimu, pintalah dia untuk datang ke rumah menemui Papa. Lebih baik Papa menikahkanmu meskipun kamu masih sekolah di SMA daripada Papa membiarkanmu pacaran".

Rupanya inilah yang menyebabkan kenapa banyak anak laki-laki yang mundur teratur begitu mendapat jawaban dari Fathimah ketika mereka mengungkapkan perasaannya kepadanya. Hal serupa juga terjadi pada Hafidz dan Fatih. Pernah ada seorang anak laki-laki dari sekolah lain yang berusaha mendekati Fathimah, bahkan sampai anak laki-laki ini mengajak kedua orang tuanya datang ke rumah Fathimah. Sampai di rumah Fathimah, sempat terjadi kesalahpahaman. Rupanya kedua orang tua si anak laki-laki ini tidak diberitahu tujuan sebenarnya mereka diajak bertandang ke rumah Fathimah.

"Mohon maaf Bapak dan Ibu, kami mengira bahwa acara ini hanya undangan makan malam biasa. Putra kami tidak pernah mengatakan bahwa tujuan datang kerumah ini adalah untuk meminang nak Fathimah. Terus terang kami tidak setuju jika harus menikahkan anak kami, karena selain masih terlalu muda, mereka juga masih sekolah. Lebih baik biarkan saja pacaran dulu agar mereka saling mengenal satu sama lain terlebih dahulu".

"Mengenai hal itu, kami serahkan kepada putri kami Fathimah yang menjawabnya"

"Kak Rahman, Om dan Tante. Terima kasih sudah berkenan datang ke rumah kami. Mohon maaf sebelumnya jika ucapan Fathimah ini dirasa kurang sopan. Fathimah hanya ingin yang sudah dihalalkan oleh Alloh saja. Saya menghargai sebagian orang dan teman-teman yang memilih jalan berpacaran dulu sebelum menikah, akan tetapi Fathimah sudah diajarkan untuk menjaga kehormatan Fathimah sebagai perempuan yang hanya akan Fathimah serahkan kepada laki-laki yang menjadi suami Fathimah kelak. Biarlah Fathimah dipandang sebagai perempuan yang kolot dan ketinggalan jaman dimata banyak orang sekarang ini, daripada mendapatkan laknat dari Alloh. Fathimah mencintai Alloh dan Rasul-Nya, oleh sebab itu fathimah hanya akan mengikuti apa-apa yang diajarkan oleh Alloh dan Rasul-Nya. Berpacaran itu jalan menuju ke perzinahan, Alloh sudah mengingatkan dengan keras untuk menjauhi zina. Ketika dalam pacaran, status Kak Rahman masih belum hahal untuk fathimah karena belum menjadi mahram. Bagi Fathimah, lebih baik menjadi janda karena pernikahan daripada hamil karena pacaran"

to be continued……………:





Tidak ada komentar:

Posting Komentar